وَرَحَلَ جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ ، إِلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أُنَيْسٍ ، فِي حَدِيثٍ وَاحِدٍ
“Telah bersafarnya Jabir bin Abdillah, sahabat Nabi yang mulia kepada Allah Abdullah bin Unais, sahabat Nabi yang mulia radhiallahu ‘anhum dalam mempelajari satu hadits dari Abdullah bin Unais.”
Bab ini sebagaimana yang dibawakan oleh Imam Al-Bukhari rahimahullah, bab keluar untuk menuntut ilmu. Keluar maksudnya disini adalah keluar dari rumah kita untuk menuntut ilmu. Bergerak kita dari tempat kita untuk mencari ilmu dan menuntut ilmu. Baik keluarnya adalah keluar dari rumah untuk menghadiri majelis ilmu di sebuah tempat yang dia masih merupakan daerah kita atau keluar dari negeri kita, dari kampung halaman kita, dari tempat kita berdomisili, keluar bersafar menempuh perjalanan untuk menuntut dan mencari ilmu itu.
Beliau membawakan bahwa Jabir bin Abdillah, sahabat Nabi yang mulia radhiyallahu ‘anhu telah bersafar untuk menuntut ilmu, perjalanan satu bulan. Dan perjalanan satu bulan itu untuk mendengarkan satu hadits. Hadits Nabi kita tercinta Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dari seorang sahabat yang bernama Abdullah bin Unais.
Jadi, untuk mendengarkan sebuah hadits, Jabir bin Abdillah melakukan safar (perjalanan) meninggalkan kampung halamannya selama satu bulan untuk bisa mendengarkan satu hadits dari Abdullah bin Unais radhiyallahu ‘anhu.
Kemudian Imam Bukhari membawakan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hadits dari sahabat Nabi yang mulia Ubay Bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu. Hadits ini bermula dari Abdullah bin Abbas dan Al-Hur bin Qais radhiyallahu ‘anhum. Mereka berdiskusi tentang siapa orang yang Nabi Musa ‘alaihi shalatu was salam berjalan bersafar ingin menimba ilmu darinya.
Kata Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu:
إِنِّي تَمَارَيْتُ أَنَا وَصَاحِبِي هَذَا فِي صَاحِبِ مُوسَى الَّذِي سَأَلَ السَّبِيلَ إِلَى لُقِيِّهِ
“Sesungguhnya saya dan sahabat saya berdiskusi tentang siapa yang bersama Nabi Musa yang mana Nabi Musa meminta kepada Allah untuk diberikan izin berjalan untuk bertemu dengannya.”
Kita tahu cerita ini Allah ceritakan panjang lebar di dalam Al-Quran surat Al-Kahfi ayat 60-82. Allah bercerita didalam Al-Qur’an tentang perjalanan Nabi Musa menimba ilmu dari seseorang dan ini yang didiskusikan oleh Abdullah bin Abbas dengan dengan Al-Hur bin Qais.
Kemudian ketika mereka sedang berdiskusi datang sahabat Nabi yang lebih tua yaitu Ubay bin Ka’ab. Lalu Abdullah bin Abbas bertanya kepada Ubay bin Ka’ab, ‘Apakah engkau pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbicara tentang masalah siapa orangnya yang bersama Nabi Musa itu?’ Berkata Ubay bin Ka’abradhiyallahu ‘anhu, ‘Benar, aku pernah mendengar langsung Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bercerita tentang masalah ini. Berkata Nabi kita tercinta Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Suatu ketika Musa ‘alaihissalam berada di tengah-tengah Ban Israil. Tiba-tiba datang kepadanya seorang lelaki dari Bani Israil. Berkata lelaki itu kepada Musa ‘alaihissalam, ‘Apakah engkau tahu ada seseorang yang lebih berilmu darimu?’ Lalu Nabi Musa menjawabnya, ‘Tidak’. Dan Nabi Musa menjawab sesuai dengan apa yang dia diketahui. Bahwa beliaulah Rasulullah yang paling berilmu di permukaan bumi.
Baca Juga: Ajaran Madzhab Imam Syafi'i yang Ditinggalkan: Larangan Pengagungan Kuburan, Bid'ahnya Tahlilan, dan Haramnya Ngalap Berkah yang Tidak Syar'i (Ustadz Abu Abdil Muhsin Firanda Andirja, M.A.)
Allah azza wa jalla memberikan wahyu kepada Allah bahwa ada orang yg berilmu daripada busana yaitu hamba kami bernama Khidir. Ini dia orang yang bersama Nabi Musa ‘alaihissalam.
Ketika Allah mengatakan bahwa ada hamba yang lebih berilmu atau memiliki ilmu yang tidak engkau ketahui, Nabi Musa meminta kepada Allah agar diberikan cara dan jalan untuk bertemu dengan Khidir. Maka Allah tabaraka wa ta’ala menjadikan untuk Nabi Musa ikan sebagai tanda-tanda dan ciri-ciri. Dan dikatakan kepada Nabi Musa, ‘kalau engkau kehilangan ikanmu ini, maka kembalilah ketempat dimana engkau kehilangan ikan itu disanalah engkau akan bertemu dengan Khidir.’ Ini seperti apa yang Allah ceritakan dalam Al-Qur’an surat Al-Kahfi.
Nabi Musa membawa seorang murid dan membawa persiapan makanan diantaranya ikan yang sudah dimasak. Tiba-tiba disebuah tempat ikan hidup lagi dan meloncat ke laut dan kemudian berenang di laut. Kemudian setelah beberapa saat Nabi Musa berjalan, Nabi Musa mengatakan kepada muridnya, ‘mana makanan kita? Kita sudah lelah dalam perjalanan.’ Muridnya mengatakan, ‘Saya kelupaan memberitahu, tadi ikan itu hidup lagi dan kemudian meloncat ke air dan berjalan lagi di air itu.’ Kata Nabi Musa, ‘Kembali kita ke sana.’ Di sana dia akan bertemu dengan Nabi Khidir.
Allah mengatakan kepada Nabi Musa, ‘Kalau kamu sudah kehilangan ikanmu, maka kembalilah ke tempat dimana kamu kehilangan ikan di sana kau akan bertemu dengan hamba yang lebih berilmu itu.’ Dan Musa ‘alaihissalam mengikuti laut dimana beliau akan menemukan ciri-ciri yang telah Allah sebutkan pada ikan tersebut.
Ketika itu berkata murid Nabi Musa kepada Nabi Musa seperti kalau sebutkan didalam Al-Qur’an:
قَالَ أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَا أَنسَانِيهُ إِلَّا الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ ۚ وَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ عَجَبًا ﴿٦٣﴾
“Muridnya menjawab: “Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali”.” (QS. Al-Kahfi[18]: 63)
Berkata Nabi Musa bahwa itulah tempat yang sedang mereka cari. Kemudian mereka kembali mencari tempat dimana mereka kehilangan ikan. Dan di sanalah mereka berdua bertemu dengan Khadir. Khadir adalah Nabi yang diberikan oleh Allah tabaraka wa ta’ala ilmu yang tidak diberikan Allah kepada Nabi Musa ‘alaihissalam.
Perjalanan Nabi Musa Bersama Nabi Khidir
Sebelum kita bicara tentang hadits ini, kita ceritakan sedikit tentang perjalanan Nabi Musa bersama Nabi Khidir secara ringkas. Nabi Musa ‘alaihissalam berkata kepada Nabi Khidir, ‘Izinkan saya untuk mengikuti engkau Agar engkau ajarkan kepadaku ilmu.’ Kata Nabi Khidir kepada Nabi Musa, ‘engkau tidak akan sabar bersamaku.’ Nabi Musa ‘alaihissalam kepada Nabi Khidir, ‘Izinkan saya untuk menemani perjalananmu dan saya tidak akan bertanya apapun.’ Maka Nabi Khidir pun sepakat bersama Nabi Musa untuk berjalan bersama Nabi Musa dengan syarat Nabi Musa tidak bertanya apa-apa. Nabi Musa melihat apapun yang dilakukan oleh Nabi Khidir.
Baca Juga: Kompensasi Pada Khiyar 'Aib - Hukum Syarat Jual Beli - Kitab Zadul Mustaqni (Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, M.A.)
Maka mereka pun berjalan kemudian mereka mengendarai sebuah kapal. Ketika akan mendekati dermaga, Nabi Khidir merusak dan melubangi kapal itu. Padahal kapal itu yang telah dinaiki untuk sampai ke tempat tujuan. Nabi Musa mengatakan, ‘Kenapa engkau lobangi kapal ini? Kenapa kau rusak? Apakah kau lakukan ini supaya nanti orang-orang yang ada diatasnya tenggelam?’ Kata Nabi Khidir, ‘Bukankah engkau telah berjanji untuk tidak bertanya?’ Nabi Musa berkata, ‘Jangan engkau hukum saya karena saya lupa.’ Maka diterima oleh Nabi Khidir dan mereka melanjutkan perjalanan.
Kemudian bertemu lagi dengan seorang anak dengan kedua orang tuanya. Kemudian Nabi Khidir membunuh anak itu. Nabi Musa protes, ‘Kenapa engkau membunuh anak yang tidak berdosa?’ Kata Nabi Khidir, ‘Bukankah kau telah berjanji bahwa tidak bertanya dan aku sudah memberi tahu bahwa engkau tidak akan pernah sabar bersamaku?’ Kata Nabi Musa ‘alaihissalam, ‘Mohon maaf dan izinkan saya untuk melanjutkan perjalanan. Kalau saya bertanya untuk yang ketiga, maka ketika itu kita berpisah.’ Nabi Khidir menyetujui dan dilanjutkanlah perjalanan.
Kemudian Nabi Musa dan Nabi Khidir masuk ke sebuah kampung. Ada sebuah pagar yang akan tumbang. Nabi Mereka memperbaiki dan mengembalikan pagar itu ke posisinya. Nabi Musa mengatakan, ‘Kenapa engkau tidak mengambil upah untuk pekerjaanmu ini?’ Awalnya mereka masuk kampung itu dalam keadaan lapar. Ketika meminta penduduk kampung untuk memberikan makanan tidak ada yang memberikan makanan. Kata Nabi Khidir, ‘Inilah dia saatnya kita harus berpisah.’ Sudah tiga kali Nabi Musa tidak sabar dengan apa yang ia lihat bersama Nabi Khidir.
Nabi Khidir menyampaikan apa yang telah ia tahu dari Allah tabaraka wa ta’ala. Bahwa, pertama tentang orang yang memiliki kapal. Dimana sengaja kapal orang tersebut dirusak karena kalau kapalnya baik akan dirampas oleh raja yang ada di negeri itu dengan cara paksa. Nabi Khidir sengaja memberikan aib di kapal itu agar pelaut-pelaut itu tidak didzolimi dengan dirampas kapalnya. Adapun anak yang dibunuh, karena apabila anak ini hidup bersama orang tuanya, dia akan membuat orang tuanya kesulitan dan kewalahan karena kekufurannya dan bisa menjadi fitnah untuk orang tuanya. Maka untuk menyelamatkan kedua orang tuanya, anaknya dibunuh dan Allah akan menggantikan untuknya anak yang lebih berbakti dan lebih shalih. Adapun yang ketiga, pagar itu adalah milik dua anak yatim yang ada di kota itu. Orang tua anak yatim adalah orang shaleh. Dibawah pagar itu ada harta milik mereka. Allah subhanahu wa ta’ala ingin memberikan kepada mereka pada waktunya. Kalau seandainya pagar itu jatuh, maka akan ketahuan ada harta dibawah sana. Maka dibenahi dulu pagar itu sampai waktunya dimana Allah akan memberikan harta yg tersebut kepada kedua anak yatim.
Inilah dia secara ringkas perjalanan Nabi Musa berjalan bersama Nabi Khidir. Berhubungan dengan bab di dalam Shahih Bukhari yaitu Bab keluar untuk menuntut ilmu.
Manakala dihubungkan dengan kisah Nabi Musa di atas, maka kita lihat bahwa Nabi Musa bersafar untuk mencari orang yang lebih berilmu darinya. Sebagaimana yang tadi telah kita bacakan hadits ketika Nabi Musa ‘alaihissalam ditanya oleh seorang Bani Israil, ‘Adakah orang lebih berilmu dari padamu?’ Nabi Musa mengatakan, ‘tidak’. Ternyata Allah mengatakan ada. Ketika Allah mengatakan ada orang yang lebih berilmu daripadanya, Nabi Musa ingin segera menuntut ilmu dan meminta kepada Allah cara untuk bertemu dengan hamba yang lebih berilmu daripadanya. Dan Nabi Musa benar-benar melakukan safar. Safar yang melelahkan, safar yang panjang untuk mencari Nabi Khidir. Nabi Musa lebih mulia dari Nabi Khidir. Karena Nabi Musa adalah lima Nabi dan Rasul yang terbaik dipermukaan bumi sedangkan Nabi Khidir tidak. Akan tetapi Allah memberikan kepada sebagian yang tidak diberikan kepada sebagian yang lain. Allah berfirman di dalam Al-Qur’an:
Baca Juga: Akhlak kepada Allah Ta'ala - Jujur dan Ikhlas - Bimbingan Islam (Ustadz Jazuli, Lc.)
تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۘ …
“Itulah para Nabi dan para Rasul yang kami lebihkan sebagian mereka dari sebagian yang lain…” (QS. Al-Baqarah[2]: 253)
Disatu sisi ada kelebihan untuk Nabi yang tidak Allah berikan kepada Nabi yang lain dan ada ilmu yang Allah lebihkan kepada Nabi Khidir yang tidak Allah berikan kepada Nabi Musa. Ketika Nabi Musa tahu ada orang yang lebih berilmu dari padanya, Nabi Musa berkeinginan untuk menuntut ilmu. Nabi Musa melakukan safar untuk menuntut ilmu. Bahkan Nabi Musa meninggalkan dakwah kepada kaumnya untuk pergi menuntut ilmu, pergi keluar meninggalkan negerinya, meninggalkan kaumnya, meninggalkan dakwah fisabilillah di kampung halamannya, di negerinya untuk pergi menuntut ilmu. Ini menunjukkan kata para ulama bahwa menuntut ilmu itu lebih afdhal daripada mendakwahkannya. Sehingga Nabi Musa meninggalkan dakwah untuk menambah ilmu. Karena dakwah adalah cabang ilmu. Pokok dari pada dakwah itu adalah ilmu dan dakwah adalah cabangnya. Dan pokok utama tentu lebih mulia daripada cabang. Orang yang sedang menuntut ilmu adalah orang yang sedang mempelajari pokoknya. Kemudian cabang daripada ilmu itu adalah dakwah (menyampaikannya kepada orang lain). Oleh karena itu orang yang berdakwah tanpa memiliki ilmu, dakwahnya akan banyak yang keliru, dakwahnya kan banyak yang salah. Hal ini karena batangnya dia tidak punya. Pokoknya dia tidak punya tapi dia telah berpindah kepada cabang.
Simak pada menit ke – 26:52
Simak Penjelasan Lengkapnya dan Download mp3 Ceramah Agama Islam Tentang Bab Keluar Untuk Menuntut Ilmu – Kajian Shahih Bukhari
Pemutar Audio
00:00
00:00
Gunakan Anak Panah Atas/Bawah untuk menaikkan atau menurunkan volume.
Podcast: Play in new window | Download
Subscribe: Android | RSS
Mari raih pahala dan kebaikan dengan membagikan tautan ceramah agama ini ke Jejaring Sosial yang Anda miliki seperti Facebook, Twitter, Google+ dan yang lainnya. Semoga Allah Ta’ala membalas kebaikan Anda.
Dapatkan informasi dari Radio Rodja 756 AM, melalui :
Telegram: Rodja Official
Facebook Page: Radio Rodja 756 AM
Twitter: @radiorodja
Instagram: @radiorodja
Website: radiorodja.com
Dapatkan informasi dari Rodja TV, melalui :
Facebook Page: Rodja TV
Twitter: rodjatv
Instagram: rodjatv
Website: rodja.tv
“Telah bersafarnya Jabir bin Abdillah, sahabat Nabi yang mulia kepada Allah Abdullah bin Unais, sahabat Nabi yang mulia radhiallahu ‘anhum dalam mempelajari satu hadits dari Abdullah bin Unais.”
Bab ini sebagaimana yang dibawakan oleh Imam Al-Bukhari rahimahullah, bab keluar untuk menuntut ilmu. Keluar maksudnya disini adalah keluar dari rumah kita untuk menuntut ilmu. Bergerak kita dari tempat kita untuk mencari ilmu dan menuntut ilmu. Baik keluarnya adalah keluar dari rumah untuk menghadiri majelis ilmu di sebuah tempat yang dia masih merupakan daerah kita atau keluar dari negeri kita, dari kampung halaman kita, dari tempat kita berdomisili, keluar bersafar menempuh perjalanan untuk menuntut dan mencari ilmu itu.
Beliau membawakan bahwa Jabir bin Abdillah, sahabat Nabi yang mulia radhiyallahu ‘anhu telah bersafar untuk menuntut ilmu, perjalanan satu bulan. Dan perjalanan satu bulan itu untuk mendengarkan satu hadits. Hadits Nabi kita tercinta Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dari seorang sahabat yang bernama Abdullah bin Unais.
Jadi, untuk mendengarkan sebuah hadits, Jabir bin Abdillah melakukan safar (perjalanan) meninggalkan kampung halamannya selama satu bulan untuk bisa mendengarkan satu hadits dari Abdullah bin Unais radhiyallahu ‘anhu.
Kemudian Imam Bukhari membawakan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hadits dari sahabat Nabi yang mulia Ubay Bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu. Hadits ini bermula dari Abdullah bin Abbas dan Al-Hur bin Qais radhiyallahu ‘anhum. Mereka berdiskusi tentang siapa orang yang Nabi Musa ‘alaihi shalatu was salam berjalan bersafar ingin menimba ilmu darinya.
Kata Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu:
إِنِّي تَمَارَيْتُ أَنَا وَصَاحِبِي هَذَا فِي صَاحِبِ مُوسَى الَّذِي سَأَلَ السَّبِيلَ إِلَى لُقِيِّهِ
“Sesungguhnya saya dan sahabat saya berdiskusi tentang siapa yang bersama Nabi Musa yang mana Nabi Musa meminta kepada Allah untuk diberikan izin berjalan untuk bertemu dengannya.”
Kita tahu cerita ini Allah ceritakan panjang lebar di dalam Al-Quran surat Al-Kahfi ayat 60-82. Allah bercerita didalam Al-Qur’an tentang perjalanan Nabi Musa menimba ilmu dari seseorang dan ini yang didiskusikan oleh Abdullah bin Abbas dengan dengan Al-Hur bin Qais.
Kemudian ketika mereka sedang berdiskusi datang sahabat Nabi yang lebih tua yaitu Ubay bin Ka’ab. Lalu Abdullah bin Abbas bertanya kepada Ubay bin Ka’ab, ‘Apakah engkau pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbicara tentang masalah siapa orangnya yang bersama Nabi Musa itu?’ Berkata Ubay bin Ka’abradhiyallahu ‘anhu, ‘Benar, aku pernah mendengar langsung Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bercerita tentang masalah ini. Berkata Nabi kita tercinta Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Suatu ketika Musa ‘alaihissalam berada di tengah-tengah Ban Israil. Tiba-tiba datang kepadanya seorang lelaki dari Bani Israil. Berkata lelaki itu kepada Musa ‘alaihissalam, ‘Apakah engkau tahu ada seseorang yang lebih berilmu darimu?’ Lalu Nabi Musa menjawabnya, ‘Tidak’. Dan Nabi Musa menjawab sesuai dengan apa yang dia diketahui. Bahwa beliaulah Rasulullah yang paling berilmu di permukaan bumi.
Baca Juga: Ajaran Madzhab Imam Syafi'i yang Ditinggalkan: Larangan Pengagungan Kuburan, Bid'ahnya Tahlilan, dan Haramnya Ngalap Berkah yang Tidak Syar'i (Ustadz Abu Abdil Muhsin Firanda Andirja, M.A.)
Allah azza wa jalla memberikan wahyu kepada Allah bahwa ada orang yg berilmu daripada busana yaitu hamba kami bernama Khidir. Ini dia orang yang bersama Nabi Musa ‘alaihissalam.
Ketika Allah mengatakan bahwa ada hamba yang lebih berilmu atau memiliki ilmu yang tidak engkau ketahui, Nabi Musa meminta kepada Allah agar diberikan cara dan jalan untuk bertemu dengan Khidir. Maka Allah tabaraka wa ta’ala menjadikan untuk Nabi Musa ikan sebagai tanda-tanda dan ciri-ciri. Dan dikatakan kepada Nabi Musa, ‘kalau engkau kehilangan ikanmu ini, maka kembalilah ketempat dimana engkau kehilangan ikan itu disanalah engkau akan bertemu dengan Khidir.’ Ini seperti apa yang Allah ceritakan dalam Al-Qur’an surat Al-Kahfi.
Nabi Musa membawa seorang murid dan membawa persiapan makanan diantaranya ikan yang sudah dimasak. Tiba-tiba disebuah tempat ikan hidup lagi dan meloncat ke laut dan kemudian berenang di laut. Kemudian setelah beberapa saat Nabi Musa berjalan, Nabi Musa mengatakan kepada muridnya, ‘mana makanan kita? Kita sudah lelah dalam perjalanan.’ Muridnya mengatakan, ‘Saya kelupaan memberitahu, tadi ikan itu hidup lagi dan kemudian meloncat ke air dan berjalan lagi di air itu.’ Kata Nabi Musa, ‘Kembali kita ke sana.’ Di sana dia akan bertemu dengan Nabi Khidir.
Allah mengatakan kepada Nabi Musa, ‘Kalau kamu sudah kehilangan ikanmu, maka kembalilah ke tempat dimana kamu kehilangan ikan di sana kau akan bertemu dengan hamba yang lebih berilmu itu.’ Dan Musa ‘alaihissalam mengikuti laut dimana beliau akan menemukan ciri-ciri yang telah Allah sebutkan pada ikan tersebut.
Ketika itu berkata murid Nabi Musa kepada Nabi Musa seperti kalau sebutkan didalam Al-Qur’an:
قَالَ أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَا أَنسَانِيهُ إِلَّا الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ ۚ وَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ عَجَبًا ﴿٦٣﴾
“Muridnya menjawab: “Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali”.” (QS. Al-Kahfi[18]: 63)
Berkata Nabi Musa bahwa itulah tempat yang sedang mereka cari. Kemudian mereka kembali mencari tempat dimana mereka kehilangan ikan. Dan di sanalah mereka berdua bertemu dengan Khadir. Khadir adalah Nabi yang diberikan oleh Allah tabaraka wa ta’ala ilmu yang tidak diberikan Allah kepada Nabi Musa ‘alaihissalam.
Perjalanan Nabi Musa Bersama Nabi Khidir
Sebelum kita bicara tentang hadits ini, kita ceritakan sedikit tentang perjalanan Nabi Musa bersama Nabi Khidir secara ringkas. Nabi Musa ‘alaihissalam berkata kepada Nabi Khidir, ‘Izinkan saya untuk mengikuti engkau Agar engkau ajarkan kepadaku ilmu.’ Kata Nabi Khidir kepada Nabi Musa, ‘engkau tidak akan sabar bersamaku.’ Nabi Musa ‘alaihissalam kepada Nabi Khidir, ‘Izinkan saya untuk menemani perjalananmu dan saya tidak akan bertanya apapun.’ Maka Nabi Khidir pun sepakat bersama Nabi Musa untuk berjalan bersama Nabi Musa dengan syarat Nabi Musa tidak bertanya apa-apa. Nabi Musa melihat apapun yang dilakukan oleh Nabi Khidir.
Baca Juga: Kompensasi Pada Khiyar 'Aib - Hukum Syarat Jual Beli - Kitab Zadul Mustaqni (Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, M.A.)
Maka mereka pun berjalan kemudian mereka mengendarai sebuah kapal. Ketika akan mendekati dermaga, Nabi Khidir merusak dan melubangi kapal itu. Padahal kapal itu yang telah dinaiki untuk sampai ke tempat tujuan. Nabi Musa mengatakan, ‘Kenapa engkau lobangi kapal ini? Kenapa kau rusak? Apakah kau lakukan ini supaya nanti orang-orang yang ada diatasnya tenggelam?’ Kata Nabi Khidir, ‘Bukankah engkau telah berjanji untuk tidak bertanya?’ Nabi Musa berkata, ‘Jangan engkau hukum saya karena saya lupa.’ Maka diterima oleh Nabi Khidir dan mereka melanjutkan perjalanan.
Kemudian bertemu lagi dengan seorang anak dengan kedua orang tuanya. Kemudian Nabi Khidir membunuh anak itu. Nabi Musa protes, ‘Kenapa engkau membunuh anak yang tidak berdosa?’ Kata Nabi Khidir, ‘Bukankah kau telah berjanji bahwa tidak bertanya dan aku sudah memberi tahu bahwa engkau tidak akan pernah sabar bersamaku?’ Kata Nabi Musa ‘alaihissalam, ‘Mohon maaf dan izinkan saya untuk melanjutkan perjalanan. Kalau saya bertanya untuk yang ketiga, maka ketika itu kita berpisah.’ Nabi Khidir menyetujui dan dilanjutkanlah perjalanan.
Kemudian Nabi Musa dan Nabi Khidir masuk ke sebuah kampung. Ada sebuah pagar yang akan tumbang. Nabi Mereka memperbaiki dan mengembalikan pagar itu ke posisinya. Nabi Musa mengatakan, ‘Kenapa engkau tidak mengambil upah untuk pekerjaanmu ini?’ Awalnya mereka masuk kampung itu dalam keadaan lapar. Ketika meminta penduduk kampung untuk memberikan makanan tidak ada yang memberikan makanan. Kata Nabi Khidir, ‘Inilah dia saatnya kita harus berpisah.’ Sudah tiga kali Nabi Musa tidak sabar dengan apa yang ia lihat bersama Nabi Khidir.
Nabi Khidir menyampaikan apa yang telah ia tahu dari Allah tabaraka wa ta’ala. Bahwa, pertama tentang orang yang memiliki kapal. Dimana sengaja kapal orang tersebut dirusak karena kalau kapalnya baik akan dirampas oleh raja yang ada di negeri itu dengan cara paksa. Nabi Khidir sengaja memberikan aib di kapal itu agar pelaut-pelaut itu tidak didzolimi dengan dirampas kapalnya. Adapun anak yang dibunuh, karena apabila anak ini hidup bersama orang tuanya, dia akan membuat orang tuanya kesulitan dan kewalahan karena kekufurannya dan bisa menjadi fitnah untuk orang tuanya. Maka untuk menyelamatkan kedua orang tuanya, anaknya dibunuh dan Allah akan menggantikan untuknya anak yang lebih berbakti dan lebih shalih. Adapun yang ketiga, pagar itu adalah milik dua anak yatim yang ada di kota itu. Orang tua anak yatim adalah orang shaleh. Dibawah pagar itu ada harta milik mereka. Allah subhanahu wa ta’ala ingin memberikan kepada mereka pada waktunya. Kalau seandainya pagar itu jatuh, maka akan ketahuan ada harta dibawah sana. Maka dibenahi dulu pagar itu sampai waktunya dimana Allah akan memberikan harta yg tersebut kepada kedua anak yatim.
Inilah dia secara ringkas perjalanan Nabi Musa berjalan bersama Nabi Khidir. Berhubungan dengan bab di dalam Shahih Bukhari yaitu Bab keluar untuk menuntut ilmu.
Manakala dihubungkan dengan kisah Nabi Musa di atas, maka kita lihat bahwa Nabi Musa bersafar untuk mencari orang yang lebih berilmu darinya. Sebagaimana yang tadi telah kita bacakan hadits ketika Nabi Musa ‘alaihissalam ditanya oleh seorang Bani Israil, ‘Adakah orang lebih berilmu dari padamu?’ Nabi Musa mengatakan, ‘tidak’. Ternyata Allah mengatakan ada. Ketika Allah mengatakan ada orang yang lebih berilmu daripadanya, Nabi Musa ingin segera menuntut ilmu dan meminta kepada Allah cara untuk bertemu dengan hamba yang lebih berilmu daripadanya. Dan Nabi Musa benar-benar melakukan safar. Safar yang melelahkan, safar yang panjang untuk mencari Nabi Khidir. Nabi Musa lebih mulia dari Nabi Khidir. Karena Nabi Musa adalah lima Nabi dan Rasul yang terbaik dipermukaan bumi sedangkan Nabi Khidir tidak. Akan tetapi Allah memberikan kepada sebagian yang tidak diberikan kepada sebagian yang lain. Allah berfirman di dalam Al-Qur’an:
Baca Juga: Akhlak kepada Allah Ta'ala - Jujur dan Ikhlas - Bimbingan Islam (Ustadz Jazuli, Lc.)
تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۘ …
“Itulah para Nabi dan para Rasul yang kami lebihkan sebagian mereka dari sebagian yang lain…” (QS. Al-Baqarah[2]: 253)
Disatu sisi ada kelebihan untuk Nabi yang tidak Allah berikan kepada Nabi yang lain dan ada ilmu yang Allah lebihkan kepada Nabi Khidir yang tidak Allah berikan kepada Nabi Musa. Ketika Nabi Musa tahu ada orang yang lebih berilmu dari padanya, Nabi Musa berkeinginan untuk menuntut ilmu. Nabi Musa melakukan safar untuk menuntut ilmu. Bahkan Nabi Musa meninggalkan dakwah kepada kaumnya untuk pergi menuntut ilmu, pergi keluar meninggalkan negerinya, meninggalkan kaumnya, meninggalkan dakwah fisabilillah di kampung halamannya, di negerinya untuk pergi menuntut ilmu. Ini menunjukkan kata para ulama bahwa menuntut ilmu itu lebih afdhal daripada mendakwahkannya. Sehingga Nabi Musa meninggalkan dakwah untuk menambah ilmu. Karena dakwah adalah cabang ilmu. Pokok dari pada dakwah itu adalah ilmu dan dakwah adalah cabangnya. Dan pokok utama tentu lebih mulia daripada cabang. Orang yang sedang menuntut ilmu adalah orang yang sedang mempelajari pokoknya. Kemudian cabang daripada ilmu itu adalah dakwah (menyampaikannya kepada orang lain). Oleh karena itu orang yang berdakwah tanpa memiliki ilmu, dakwahnya akan banyak yang keliru, dakwahnya kan banyak yang salah. Hal ini karena batangnya dia tidak punya. Pokoknya dia tidak punya tapi dia telah berpindah kepada cabang.
Simak pada menit ke – 26:52
Simak Penjelasan Lengkapnya dan Download mp3 Ceramah Agama Islam Tentang Bab Keluar Untuk Menuntut Ilmu – Kajian Shahih Bukhari
Pemutar Audio
00:00
00:00
Gunakan Anak Panah Atas/Bawah untuk menaikkan atau menurunkan volume.
Podcast: Play in new window | Download
Subscribe: Android | RSS
Mari raih pahala dan kebaikan dengan membagikan tautan ceramah agama ini ke Jejaring Sosial yang Anda miliki seperti Facebook, Twitter, Google+ dan yang lainnya. Semoga Allah Ta’ala membalas kebaikan Anda.
Dapatkan informasi dari Radio Rodja 756 AM, melalui :
Telegram: Rodja Official
Facebook Page: Radio Rodja 756 AM
Twitter: @radiorodja
Instagram: @radiorodja
Website: radiorodja.com
Dapatkan informasi dari Rodja TV, melalui :
Facebook Page: Rodja TV
Twitter: rodjatv
Instagram: rodjatv
Website: rodja.tv
Tidak ada komentar:
Posting Komentar