Mencerdaskan Diri dengan Ilmu Syar’i

Hasil gambar untuk kitab ulama salafTidak diragukan lagi bahwa memahami ilmu syar’i (ilmu agama) adalah hal yang sangat penting, baik bagi seorang muslim maupun muslimah. Kita membutuhkan ilmu syar’i sebagai bekal hidup, bahkan dalam setiap tarikan nafas yang kita hirup dan setiap detik yang kita lalui, semuanya membutuhkan ilmu. Hal ini karena sesungguhnya setiap perkataan, perbuatan, bahkan apa yang ada di hati, semuanya akan dimintai pertanggungjawaban. Allah Ta’ala berfirman

وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا

“Dan janganlah engkau mengikuti sesuatu yang kamu tidak mengetahui pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semua itu akan dimintai pertanggungjawaban.” (QS. Al Israa`: 36)

Oleh karena itu, kita harus mempelajari ilmu syar’i karena ilmu syar’i merupakan sumber kebahagiaan, baik di kehidupan dunia maupun akhirat. Kita juga membutuhkan ilmu syar’i sebagai pedoman hidup. Terlebih lagi bagi seorang wanita, karena wanita akan menjadi ibu yang kelak akan mendidik anak-anaknya. Seorang ibu adalah pendidik yang utama bagi anak-anaknya. Lantas bagaimanakah jadinya jika pendidiknya adalah seorang yang tidak berilmu? Bagaimana mungkin seseorang yang tidak mempunyai sesuatu akan dapat memberikan sesuatu kepada orang lain?

Keutamaan Ilmu dan Pemilik Ilmu

Allah Ta’ala berfirman

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ

“Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat.” (QS. Al Mujadilah: 11)

Ilmu akan menjadi sebab diangkatnya derajat seseorang yang dikehendaki oleh Allah, yaitu orang-orang yang mengilmui agama yang benar ini dengan baik.

Allah Ta’ala berfirman

هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الألْبَابِ

“Apakah sama antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu? Sesungguhnya hanya orang yang berakallah yang bisa mengambil pelajaran.” (QS. Az-Zumar: 9)

Sesungguhnya tidaklah sama antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu, sebagaimana tidak sama antara orang yang hidup dengan orang yang mati, antara orang yang mendengar dengan orang yang tuli, serta antara orang yang buta dengan orang yang melihat. Karena ilmu adalah cahaya yang akan memberikan petunjuk kepada manusia sehingga mereka bisa keluar dari kegelapan menuju kepada cahaya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memahamkannya dalam perkara agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menunjukkan bahwasanya kefahaman terhadap agama merupakan tanda adanya kebaikan pada diri seseorang. Dan sebaliknya, orang yang tidak dikehendaki untuk mendapatkan kebaikan oleh Allah, maka Allah tidak akan memahamkannya terhadap urusan agamanya sehingga ia akan tercegah dari kebaikan. Nas`alullaha as-salamah (Kita memohon keselamatan kepada Allah Ta’ala)…

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

“Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)

Wahai Saudariku, lihatlah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut. Surga duhai Saudariku, surga! Tidakkah engkau ingin meraihnya? Jika ya, maka tempuhlah jalan untuk mencari ilmu. Tentunya yang dimaksud dengan menuntut ilmu adalah menuntut ilmu syar’i yang benar yang berasal dari Allah Ta’ala dan Rasul-Nya.

Wahai Saudariku, itulah beberapa ayat dan hadits yang menyebutkan tentang keutamaan seorang ahli ilmu, dan sungguh masih banyak ayat dan hadits lain yang menyebutkan tentang keutamaannya.

Sedangkan di antara keutamaan ilmu adalah:

    Sesungguhnya ilmu adalah warisan para nabi dan rasul, karena sesungguhnya para nabi tidaklah mewariskan harta benda, akan tetapi mereka mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambilnya, maka sungguh ia telah mengambil bagian dari warisan para nabi.
    Ilmu itu abadi, sedangkan harta adalah fana. Contohnya adalah Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia termasuk sahabat yang faqir sehingga ia sering terjatuh pingsan karena menahan lapar. Akan tetapi lihatlah wahai Saudariku, bukankah engkau melihat nama beliau banyak disebut-sebut hingga sekarang? Semua itu bukanlah disebabkan karena kekayaan beliau, akan tetapi semua itu karena ilmu beliau. Lihatlah wahai Saudariku, betapa ilmu itu akan kekal dan harta itu akan habis.
    Ilmu tidak akan membuat lelah pemiliknya dalam menjaganya, karena tempat ilmu adalah di dalam hati, sehingga hal itu tidak membutuhkan kotak khusus ataupun kunci khusus untuk menjaganya.
    Ilmu adalah jalan menuju surga.

Persiapan Menuntut Ilmu

Seseorang jika hendak menuntut suatu ilmu –terlebih lagi ilmu syar’i- maka hendaknya dia mempersiapkan dirinya dan mencurahkan waktunya untuk ilmu, dan hendaknya ia tidak cepat bosan terhadap ilmu tersebut.

Terdapat sebuah kisah yang diriwayatkan oleh Al-Khatib Al-Baghdadiy dalam kitab beliau Al-Jaami’ li Akhlaaqir Rawi wa Adaabis Saami’ bahwasanya terdapat seorang penuntut ilmu hadits yang rajin mencari ilmu. Dia rajin menghadiri majelis-majelis ilmu para ulama ahli hadits. Akan tetapi, seiring dengan berlalunya waktu, dia merasa bahwa dirinya belumlah mendapatkan ilmu dan faidah yang banyak. Kemudian dia berkata pada dirinya sendiri, “Sesungguhnya aku tidaklah cocok mempelajari ilmu ini.” Selanjutnya dia meninggalkan ilmu tersebut karena menyangka bahwa pemahamannya terhadap ilmu tersebut sangatlah lemah sehingga dia tidaklah pantas mempelajarinya.

Setelah waktu berlalu, suatu hari dia berjalan melewati sebuah batu besar dan terdapat air yang terus menetes di atasnya hingga mampu melubangi batu besar tersebut. Maka ia berhenti dan berfikir sejenak, lalu berkata kepada dirinya, “Air dengan kelembutannya saja mampu melubangi batu yang keras, maka sungguh otak dan hatiku tidaklah lebih keras dari batu, dan ilmu tentulah tidak lebih lembut daripada air.” Semenjak itu dia mempunyai tekad yang kuat untuk kembali mempelajari ilmu yang telah lama dia tinggalkan. Maka jadilah dia termasuk orang yang mendapat petunjuk sehingga dia menguasai ilmu tersebut.

Wahai Saudariku, dari kisah tersebut terdapat sebuah pelajaran yang sangat berharga yaitu hendaknya siapa saja yang ingin mempelajari suatu ilmu, maka hendaknya dia mempunyai suatu tekad yang kuat dan tidak cepat berputus asa ketika jalan yang dilaluinya dalam menuntut ilmu adalah jalan yang sulit. Hendaknya pula kita tidak mengatakan, “Saya mungkin tidak berbakat belajar bahasa Arab –misalnya- karena pemahaman saya terhadap bahasa Arab tidaklah kuat” atau perkataan-perkataan lainnya yang menunjukkan keputus-asaan dan ketidaksabaran. Akan tetapi hendaknya kita melihat cara-cara yang ditempuh oleh orang-orang sebelum kita dalam mempelajari suatu ilmu. Di samping itu, hendaknya kita juga jangan pernah lupa untuk terus memohon kepada Allah Ta’ala agar senantiasa memberikan pertolongan kepada kita agar mendapatkan ilmu yang bermanfaat.

Beberapa Cara yang Bisa Ditempuh untuk Memperoleh Ilmu

Ketika seseorang hendak menuju suatu tempat, dia harus mengetahui jalan yang bisa mengantarkannya ke tempat tersebut. Jika jalan yang mengantarkan ke tempat tersebut banyak, maka ia harus mencari jalan yang termudah dan terdekat. Oleh karena itulah, di antara hal-hal penting yang harus diketahui oleh orang yang hendak mencari ilmu adalah mengetahui jalan yang akan mengantarkannya ke sana.

Di antara sebab-sebab yang bisa meneguhkan hati dalam menuntut ilmu syar’i yaitu:

1. Mengikhlaskan niat

Sesungguhnya menuntut ilmu agama termasuk ibadah karena hal ini merupakan sesuatu yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sesuatu yang terdapat perintah di dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melakukannya merupakan ibadah. Adapun ibadah harus dikerjakan dengan ikhlas. Imam Ahmad rahimahullah pernah ditanya tentang bagaimanakah niat yang benar dalam menuntut ilmu. Beliau rahimahullah menjawab, “Ia berniat untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya.”

Ikhlas dalam menuntut ilmu adalah menjadikan tujuan dari menuntut ilmu tersebut untuk mencari wajah Allah Ta’ala, bukan untuk mencari berbagai macam tujuan dunia. Di samping itu, dia niatkan dalam menuntut ilmu untuk menghilangkan kebodohan pada dirinya.

2. Bertahap

Yaitu belajar sedikit demi sedikit dimulai dari perkara yang ringan. Begitulah seharusnya seorang penuntut ilmu, hendaknya ia belajar dari yang ringan terlebih dahulu baru kemudian meningkat secara bertahap. Karena seseorang yang baru saja belajar bisa jadi dia akan mendapati rasa bosan atau mudah putus asa ketika langsung berhadapan dengan hal-hal yang rumit. Para ulama terdahulu tidaklah memulai belajar hadits langsung dari kitab Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari, akan tetapi mereka mengawalinya dari yang ringan seperti Hadits Arba’in An-Nawawi. Maka sudah sepantasnya kita mengambil contoh dari metode para ulama terdahulu yang mereka tempuh dalam menuntut ilmu syar’i.

3. Waktu khusus

Hendaknya seorang penuntut ilmu mempunyai waktu-waktu khusus untuk belajar, muroja’ah (mengulang pelajaran), ataupun mentelaah. Sebaiknya waktu yang digunakan untuk belajar adalah waktu-waktu semangat, bukan malah menggunakan waktu-waktu ‘mati’ yaitu ketika semangat sudah tidak ada lagi, ketika energi yang ada hanyalah sisa-sisa dari kesibukannya terhadap dunia. Belajar di waktu semangat –dengan izin Allah Ta’ala– akan membuat ilmu lebih meresap di dalam hati dibandingkan dengan belajar di waktu-waktu mati.

Itulah hal-hal yang dapat membuat seseorang bisa istiqomah (konsisten) dalam menuntut ilmu. Dari ketiga hal di atas yang paling penting adalah keikhlasan niat, karena keikhlasan merupakan hal pokok. Keikhlasan mampu meneguhkan seseorang ketika rintangan yang dihadapinya sangatlah besar. Berbeda dengan orang yang tidak ikhlas, bisa jadi ujian kecil menjadi terasa sangat besar baginya hingga menjadikan hilangnya keteguhan dalam menuntut ilmu.

Buah Ilmu adalah Amal

Wahai Saudariku, semoga Allah Ta’ala merahmatimu, aku ingin mengingatkan diriku sendiri dan begitu juga denganmu, bahwasanya ilmu bukanlah tujuan utama. Namun, ilmu hanyalah perantara yang akan mengantarkan kita agar bisa melakukan amal ibadah sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, agar kita dapat berjalan di atas jalan yang telah ditempuh oleh para sahabat, tabi’in, dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam kebaikan.

Ilmu yang terpuji adalah ilmu yang membuahkan amal bagi pemiliknya. Dan ilmu yang membuahkan amal, itulah ilmu yang bermanfaat. Dengan ilmu yang bermanfaat, semoga kita tidak menjadi orang yang sesat karena melakukan amal ibadah tanpa landasan ilmu yang benar. Dengan ilmu yang bermanfaat pula, semoga kita tidak menjadi orang yang dimurkai Allah Ta’ala karena tidak mengamalkan ilmu yang telah kita pelajari.

Yang terakhir wahai Saudariku, semoga Allah Ta’ala senantiasa menjagaku dan menjagamu agar senantiasa melangkah di atas jalan yang diridhai-Nya. Semoga Allah Ta’ala meneguhkan langkah kita dalam mencari ilmu syar’i yang benar berdasarkan pemahaman para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.

Ya Allah sesungguhnya aku mohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik, dan amal yang diterima.

***

Penulis: Ummu Zaid

Artikel Buletin Zuhairah

Referensi:

– Syarah Adab dan Manfaat Menuntut Ilmu [terj. Syarh Hilyah Thalibil ‘Ilmi], Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, Pustaka Imam Syafi’i.
– Manhajiyyah fii Tholabil ‘Ilmi, Syaikh Shalih Alu Syaikh, Maktabah Syaikh Shalih Alu Syaikh (www.islamspirit.com).
– Nashiihatii lin Nisaa’, Ummu Abdillah bintu Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i, Darul Atsar, Shan’aa.
– Kitaabul ‘Ilmi, Syaikh Muhammad bin Shalih ‘Utsaimin, Darul Kutub Al-‘Ilmiyyah.
– Tsamratul ‘Ilmi Al ‘Amal, Syaikh ‘Abdur Razaq bin ‘Abdul Muhsin Al-‘Abbad, Maktabah Al-Malik Fahd.

Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/5628-mencerdaskan-diri-dengan-ilmu-syari.html

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Recent Posts

Pages